Di Balik Kisah School Nurse Ahn Eunyoung: Isu-isu Sosial yang Tersembunyi
Senang sekali
aku bisa menyelesaikan bacaan sastra Korea berjudul School Nurse Ahn Eunyoung
karya Chung Serang. Novel bergenre fantasi ini termasuk kategori bacaan yang
ringan dan seru. FYI, novel ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan sudah diadaptasi menjadi versi serial drama yang tayang di
Netflix pada tahun 2020 lalu.
Sebelum
melangkah lebih lanjut mengenai isu-isu sosial yang aku tangkap dari novel ini,
alangkah lebih baiknya kita mengenal lebih dekat School Nurse Ahn Eunyoung
melalui gambaran singkat isi buku berikut ini.
Gambaran Singkat Buku
School Nurse
Ahn Eunyoung menceritakan tentang Ahn Eunyoung yang bekerja sebagai perawat di
SMA M. Ia memiliki kemampuan unik berupa ektoplasma. Dengan kemampuan ini,
Eunyoung, sapaan akrab Ahn Eunyoung, dapat melihat energi spiritual dari orang
yang masih hidup maupun mati. Partikel-partikel tersebut berbentuk semacam jeli
yang bisa berupa energi jahat atau baik. Tugas Eunyoung lah untuk membasmi jeli
ero jahat menggunakan pistol BB dan pedang plastik warna-warni.
Untuk menjalankan misinya, Eunyoung
tidak sendirian. Ia kerap dibantu oleh Hong Inpyo yang merupakan guru Sastra
Klasik dan cucu pendiri SMA M. Energi kuat yang dipancarkan Inpyo sangat
membantu Eunyoung ketika ia kehabisan energi akibat melawan roh-roh jahat yang
ada di sekolah menengah tersebut.
Bersama Inpyo, Eunyoung berupaya
untuk menguak misteri yang ada di sekolah M, terutama di ruangan bawah tanah
yang selama ini hanya dibuka setahun sekali untuk diberi cairan disinfektan.
Karena penasaran, Eunyoung nekat menyelidiki ruangan tersebut dibantu oleh
rekannya itu. Berhasilkah
mereka memecahkan misteri tersebut?
Cerita di atas
merupakan potongan cerita dari novel ini. School Nurse Ahn Eunyoung sendiri
berisi potongan-potongan cerita dari tokoh baru lainnya yang melibatkan
Eunyoung. Ini membuat cerita perawat di sekolah tersebut tampak seperti
kumpulan cerpen daripada novel. Apalagi, dalam beberapa bagian, peran Eunyoung
tidak begitu kuat dan malah terpusat pada tokoh baru yang muncul.
Selain itu,
beberapa bagian cerita tidak melibatkan roh jahat dan kemampuan ektoplasma yang
dimiliki oleh Eunyoung. Menurutku, dua hal tersebut menjadi kekurangan dari
novel ini yang menjadikan isi ceritanya kurang greget.
Meskipun
begitu, kita tetap bisa menikmati alur cerita novel ini karena dibungkus juga
dengan komedi dan dapat mengambil pelajaran dari isu-isu sosial yang diangkat,
meskipun bukan menjadi inti utama cerita.
Isu-isu Sosial yang Diangkat
Berdasarkan
dari hasil bacaanku terhadap buku School Nurse Ahn Eunyoung, berikut tiga isu
sosial yang sering kita temui di dunia nyata yang dibahas juga di novel ini.
1. Isu bullying di sekolah
Perundungan
masih kerap terjadi di lembaga pendidikan, termasuk di cerita ini yang
kebetulan mengangkat latar tempat di sebuah sekolah menengah. Kita bisa
menyaksikan kejadian bullying yang dialami oleh Hwang Yujeong yang
membuatnya beranggapan bahwa sekolah bukanlah tempat yang memberikan rasa aman
dan nyaman. Dari SD hingga SMA, ia tidak pernah merasa damai berada di sekolah.
Ia selalu ingin absen dan malah ingin berhenti sekolah. Namun, gagasan ini tidak
pernah dikabulkan oleh orang tuanya.
Berikut adalah
kutipan yang menunjukkan penderitaan yang dialami oleh Yujeong:
“Sekolah selalu
terasa mengerikan. Tidak hanya sekolah ini, tetapi segalanya sudah mengerikan
sejak SD. Yujeong sempat berpikir ingin berhenti sekolah beberapa kali…” (hlm. 93)
“Seumur
hidupnya, Yujeong tidak pernah dianggap cantik dan tidak pernah disayangi.
Dirinya sudah hancur luar-dalam sehingga ia hanya bisa mendapatkan kesempatan
untuk dianggap cantik dan disayangi dalam kehidupan berikutnya.” (hlm. 95)
Apa yang
dialami Yujeong masih sering kita jumpai di dunia nyata, bahkan tokoh Eunyoung
juga dikucilkan ketika masih sekolah. Tidak sedikit anak yang menjadi korban
perundungan teman sekelasnya. Ini membuat penyintas bully menjadi orang
yang memiliki kepercayaan diri rendah dan keadaan mentalnya rentan.
2. Percintaan sesama jenis
Isu sosial
inilah yang paling mengejutkanku ketika membaca novel ini, yakni mengangkat
cerita tentang hubungan sesama jenis di sekolah. Kisah ini bisa kita baca di
bagian Berpelukan di Tengah Pusaran Angin. Dua murid perempuan ketahuan
menjalin hubungan spesial sebagai pasangan kekasih dan mengalami pengeroyokan.
Kejadian
tersebut semakin runyam karena terjadi di sekolah, para siswa hingga guru
menggunjing mereka karena dianggap telah melanggar nilai normal di masyarakat.
Mereka kompak menyuruh kedua siswi tersebut untuk pindah sekolah, apalagi
kejadian serupa selalu terjadi setiap tahun di sekolah ini. Namun, respon
berbeda justru ditunjukkan oleh Inpyo.
Guru Sastra
Klasik itu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang salah dan malah mendukung
dua muridnya itu. Ia beranggapan bahwa menjadi homoseksual bukanlah sesuatu
yang tabu. Percintaan sesama jenis sudah dijalani oleh banyak orang di dunia
ini, malahan tidak sedikit karya sastra Asia Timur yang mengangkat tema
tersebut.
3. Hubungan keluarga yang kurang harmonis
Memiliki keluarga yang harmonis
merupakan impian setiap orang. Namun, karena beberapa faktor, kondisi ideal
tersebut tidak dapat terpenuhi. Di dalam novel ini, kita juga akan menjumpai
kisah hubungan keluarga yang tidak harmonis dalam berbagai bentuk.
Misalnya, Inpyo yang mengalami
pemaksaan kehendak oleh ibunya agar menyetujui perjodohan yang ia ilakukan.
Selain itu, orang tua Eunyoung tidak memahami seutuhnya kesulitan-kesulitan
yang dialami Eunyoung karena kemampuan spesialnya itu.
Yujeong juga
mengalami hal serupa. Ibunya tidak pernah mencoba memahami perasaannya ketika
menyatakan keinginannya untuk pindah sekolah. Kondisi keluarga yang kurang harmonis
ini juga dialami tokoh lainnya di novel ini.
Nilai Moral
Novel School
Nurse Ahn Eunyoung mengajak kita untuk menerima dan berdamai dengan apa pun
keadaan kita. Seperti halnya Eunyoung yang menerima keadaannya sebagai orang
yang dapat melihat makhluk tak kasat mata. Ia kerap dianggap sebagai orang yang
aneh. Ini membuatnya susah mendapatkan teman ketika di sekolah.
Karena sudah
berdamai dengan dirinya sendiri, Eunyoung malah menggunakan kemampuan
spesialnya tersebut untuk menolong sesama dan melakukan kebaikan-kebaikan
lainnya. Ia menolak dengan keras gagasan tokoh Mackenzie yang menyuruhnya untuk
menggunakan kemampuannya itu guna mendapatkan banyak uang.
