Cari Blog Ini

Karya Sastra yang Mengubah Hidupku

 

Deva Yohana - Kulik Sastra

Beberapa hari yang lalu, aku membuat sebuah tulisan di blog Deva La Exploradora tentang tiga hal yang memicu "kelahirankeduaku". Di tulisan tersebut aku menjelaskan bahwa karya sastra adalah salah satu pemicunya.

Kegemaranku membaca novel pada masa SMA membuat imajinasiku mengembara, aku sempat membayangkan seandainya aku bisa seperti Ikal yang berhasil kuliah di Paris atau Alif yang berhasil ke Kanada, dan masih banyak lagi.

Aku merasakan transformasi diri yang tidak aku duga sebelumnya, terutama dalam hal pemikiran.

Dua novel yang paling mempengaruhiku waktu itu adalah Negeri 5 Menara dan Sang Pemimpi. Lalu, novel-novel islami dari Habiburrahman El Shirazy, terutama novel Ayat-Ayat Cinta. Novel-novel Andrea Hirata dan A. Fuadi yang lainnya juga tak luput aku baca.

Apa kesamaan dari ketiga judul novel yang aku sebutkan di atas? Semuanya mengangkat kisah perjuangan si tokoh dalam menempuh pendidikan tinggi, terutama bagaimana mereka berhasil kuliah di luar negeri dan mendapatkan beasiswa.

Sejujurnya, aku tidak pernah diarahkan orang tuaku untuk kuliah, malahan bapak memintaku untuk bekerja setelah lulus SMA. Aku turuti permintaan itu sambil merasakan kesedihan mendalam karena harus mengurungkan niat untuk mendaftar SNMPTN.

Aku nggak mau nekat karena harus sadar dengan kondisi ekonomi dan memilih mendoakan upaya kakakku, yang satu angkatan denganku, menjadi TNI bisa terwujud. Menurut adalah pilihan yang terbaik.

Apakah aku bisa langsung mendapatkan kerja? Tidak juga. Perlu waktu hampir dua tahun menganggur sampai akhirnya bisa merasakan hari pertama bekerja.

Apakah aku melupakan keinginanku untuk kuliah? Tentu saja tidak. Bahkan, beberapa hari setelah bekerja aku sudah ancang-ancang buat daftar SBMPTN.

Karena keinginan buat kuliah sangat membara, aku jadi tidak menikmati masa-masa bekerjaku di Mayora. Aku banyak kehilangan momen dengan teman-temanku karena sibuk sendiri buat belajar materi tes.

Aku menahan diriku untuk tidak membeli kasur dan menaruh baju-bajuku di kardus supaya bisa menabung lebih banyak, buat persiapan kalau diterima kuliah.

Kalau cerita ini diteruskan bakal jadi panjang banget haha. Kebetulan aku sudah menyiapkan blog khusus untuk menampung kisahku itu. Deva La Exploradora.

Nah, sesuai judul tulisan yang tertera di atas, aku mau memaparkan tiga hal penting dari interaksiku dengan karya sastra yang sudah aku sebutkan sebelumnya.

Menumbuhkan Keberanian

Kalau boleh jujur menjadi berani itu sangat sulit. Apalagi jika pada masa kecil tidak ada yang mengarahkanmu untuk menjadi percaya diri.

Begitu pula dengan masa kecilku yang aku lalui bagai air mengalir. Kasarnya tuh kayak gini, kalau Deva pemalu dan pendiam itu sudah karakternya dari lahir. Memang seperti itu.

Satu hal lagi. Aku pernah menjadi korban perundungan pada masa SD dan SMP. Bisa dibayangkan akibatnya.

Aku yang sudah pendiam menjadi lebih pendiam. Aku yang dicap pemalu menjadi lebih pemalu. Aku menjadi orang yang sangat waspada dan membatasi diri dari berinteraksi dengan kawan-kawanku. Itulah mengapa aku hanya punya sedikit teman. Malahan bisa dihitung jari.

Itulah mengapa aku menyebut masa SMA sebagai kelahiran keduaku. Karena dari situlah aku merasakan aku harus melakukan perubahan terhadap diriku sendiri.

Aku mempelajari keberanian itu dari mereka, para tokoh di dalam novel-novel yang aku baca. Ada dorongan dalam diri bahwa aku harus menjadi seseorang yang berani dan percaya diri. Dan, aku pasti bisa melampaui ketakutanku.

Lebih Siap Menghadapi Kegagalan

Perjalanan hidup tidak selalu diwarnai dengan keberhasilan. Kegagalan juga kerap hadir sebagai part of life yang harus dijalani. Hampir dipastikan tidak ada manusia yang tidak pernah mengalami kegagalan. Apa pun bentuknya.

Meskipun begitu, reaksi seseorang tidak selalu baik ketika menghadapinya. Itu wajar karena kegagalan bukan sesuatu yang menghadirkan perasaan menyenangkan.

Hidupku setelah lulus SMA begitu menguji mental. Tak terhitung berapa kali aku mengalami kegagalan, terutama untuk mendapatkan pekerjaan. Hampir dua tahun aku menganggur. Akan tetapi, aku bisa merespon dengan baik terhadap kegagalan itu. Aku sudah mempelajari bagaimana menghadapinya dari membaca banyak karya sastra, terutama dari tiga novel di atas. Buku motivasi pun cukup membantu.

Berani Bermimpi dan Memperjuangkannya

Sebelum menginjak bangku SMA, aku tidak ada gambaran sama sekali terkait masa depan. Paling-paling hanya memiliki cita-cita untuk menggapai profesi tertentu, namun tidak ada gambaran bagaimana harus menggapainya.

Semua itu berubah ketika aku membaca kisah Alif, Ikal, Arai, dan Fahri. Dari mereka aku belajar untuk bermimpi dan berusaha sekuat tenaga untuk menggapainya. Waktu itu, aku punya mimpi sederhana bisa belajar di bangku kuliah sebagaimana mereka, bahkan keempat tokoh tersebut bisa menempuh pendidikan tinggi di luar negeri.

Seperti yang sudah kujelaskan di atas, kenyataannya setelah SMA aku harus rela menunda untuk langsung kuliah dan tidak ada kepastian untuk menggapainya kecuali aku harus mengusahakannya dengan susah payah. Finally, I did it!

Mimpiku tidak hanya sebatas bisa kuliah, masih banyak cita-cita lainnya yang ingin kugapai, terutama bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna. Aku mempelajarinya dari berinteraksi dan membaca lebih banyak karya sastra hingga kini. Sekian!

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url