Menulis Kritik Sastra dengan Rasa bersama Ayu Utami (Bagian 2)
![]() |
| (Foto bareng Ayu Utami nih) |
Malam sebelum
mengikuti lokakarya kritik sastra, aku meminta izin kepada orang tuaku. Tentu,
mereka mengizinkanku dengan senang hati. Ayahku bertanya siapa yang menjadi
pembicaranya. “Ayu Utami,” jawabku. Mamaku mengetahui siapa sosok ini,
sedangkan ayahku tidak. Aku menjelaskan padanya bahwa Ayu Utami adalah seorang
sastrawan perempuan Indonesia yang terkenal.
Kemudian ayahku protes
karena setiap mengikuti acara yang dihadiri oleh publik figur, aku tidak pernah
menyempatkan diri untuk foto bersama, sehingga ia menantangku untuk foto dengan
pengarang yang tergolong sastra wangi itu.
“Okay, Pak. Besok
aku akan foto bareng Ayu Utami,” responku menerima tantangan dari ayahku.
***
Omong-omong,
tulisan ini adalah bagian kedua dari artikel Menulis Kritik Sastra dengan
Rasa bersama Ayu Utami.
Kali ini aku akan
menyajikan bagian teknis penulisan kritik sastra yang aku pelajari dari Ayu
Utami, terutama bagaimana menulis kritik sastra untuk pemula dan tingkat lanjutan.
Simak terus!
Esai Kritik Sastra
Pada artikel
sebelumnya telah dijelaskan bahwa kritik sastra dapat ditulis dalam bentuk
esai, baik esai panjang maupun esai pendek. Adapun materi yang diberikan saat
lokakarya lebih berfokus pada menulis esai kritik yang bersifat “pendek”.
Esai pendek
memiliki ciri-ciri: tulisan pendek, tentang suatu topik (hanya satu fokus), ada
data dan opini, ditulis dengan menarik (caranya dengan membuat pembaca terlibat),
untuk pembaca umum (gunakan bahasa dan referensi yang cukup umum), dan
menampilkan argumentasi yang kuat.
Bagaimana Cara Menulis Esai Pendek?
Ayu Utami
menggambarkannya dengan teori “Ci Luk Ba”, yakni pembagian tulisan menjadi tiga
bagian dengan Ci maksudnya perkenalan, Luk artinya ketegangan,
dan Ba sebagai peleraian. Aku sendiri lebih suka menggambarkannya
sebagai pembuka, isi, dan penutup.
Agar lebih mudah
dalam memahaminya, Ayu Utami menerangkannya dengan menggunakan bagan sebagai
berikut.
Bagaimana caranya
agar esai pendek yang kita buat bisa menarik perhatian pembaca? Ayu Utami
memberikan dua kunci, yakni pembuka sebaiknya menarik dan penutup
sebaiknya bermakna.
Kritik Sastra untuk Pemula
Bagi kamu yang
masih baru menjajaki penulisan kritik sastra, Ayu Utami memberikan cara menulis
kritik sastra melalui langkah-langkah berikut.
Pertama, mulailah
dengan rasa. Tanyakan pada dirimu sendiri saat membaca karya sastra, apakah
kamu merasa suka atau terganggu dengan isinya?
Selanjutnya, dari
jawaban di atas, antara suka atau terganggu, beri tiga argumen dan ilustrasi
untuk perasaanmu tadi.
Terakhir, periksa
kembali apakah kamu cukup adil dalam memberikan penilaian atas karya sastra
yang kamu kritik.
Kritik Sastra Tingkat Lanjut
Pada tingkatan
ini kamu tidak lagi menilai karya sastra berdasarkan perasaanmu. Akan tetapi,
pertanyaan yang perlu diajukan adalah apa konteks dan tantangan zaman yang
melingkupi karya sastra yang akan kamu kritik?
Pertanyaan selanjutnya, apa bentuk yang digunakan
pengarang melalui karyanya? Ada yang baru atau tidak. Terakhir, apa
tawaran pemikiran yang disajikan oleh pengarang? Ada pembebasan atau tidak?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas tidak baku. Akan tetapi, untuk menjawabnya kamu perlu menyelami
berbagai macam referensi untuk memperkaya argumenmu. Sangat berbeda kan
dengan tingkat pemula yang hanya mengandalkan persaan suka atau terganggu?
Tentu saja, untuk
menjadi kritikus sastra kamu harus memiliki pengetahuan dan bacaan yang luas serta
memahami konteks karya sastra yang kamu kaji.
Kamu juga perlu
memperhatikan siapa yang akan menjadi target pembacamu, apakah untuk umum atau
spesialis, sehingga kamu bisa menyesuaikan gaya bahasa dan referensi yang akan
digunakan. Sekian!
