Cari Blog Ini

5 Akibat Masuk Jurusan Sastra, Nomor 4 Paling Favorit!

kuliah jurusan sastra
Lagi nunggu hujan reda di kampus

Sejak SMA dulu, aku telah menentukan tiga jurusan utama yang ingin aku masuki. Pertama, jurusan International Relation (HI). Dua jurusan lainnya adalah Psikologi dan Sastra. Nah, biar mudah mengingatnya aku singkat saja menjadi IPS.

Walaupun jalanku kuliah nggak mulus-mulus amat dan perlu nunda selama dua tahun setelah lulus SMA, aku sangat bersyukur karena berhasil masuk di salah satu jurusan yang aku idam-idamkan itu.

Ada dua jalur tes yang aku ikuti, yakni SBMPTN dan SPMB. Di SBMPTN aku mengambil jurusan Sastra Arab-UI dan Pendidikan Bahasa Prancis-UNJ. Kenapa di situ pendidikan? Yah, karena nggak ada pilihan Sastra Prancis buat jalur SBMPTN di UNJ. Aku pun harus menerima kenyataan gagal lewat jalur ini.

Bagaimana dengan SPMB? Aku memilih Bahasa dan Sastra Arab sebagai pilihan pertama dan HI sebagai pilihan kedua. Alasanku tidak memilih jurusan Psikologi adalah karena biaya UKT-nya yang paling mahal di antara dua jurusan pilihanku lainnya (kelak, aku syukuri pilihan ini karena selama kuliah aku bergulat dengan masalah finansial).

Tak disangka-sangka aku lolos di jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Pengumuman hasil tesnya aku buka tepat tengah malam memasuki tanggal 3 Agustus 2019, bertepatan dengan ulang tahunku ke-20. Sungguh, diterima kuliah menjadi hadiah terindah yang pernah aku dapatkan.

Cerita di atas adalah sepenggal kisahku masuk di jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Lalu, apa akibat yang aku rasakan setelah menimba ilmu di jurusan ini? Yuk, yuk, baca artikelnya sampai selesai.

1.    Belajar Banyak POV

Kuliah di jurusan sastra artinya kamu harus siap membaca banyak karya sastra. Itu idealnya, ya. Kenyataannya memang nggak semua anak sastra suka membaca, apalagi menelaah karya sastra.

Meskipun begitu, aku tergolong mahasiswa yang suka membaca karya sastra. Yah, walaupun nggak mencapai ideal karena hampir semua novel, cerpen, dan puisi yang aku baca kebanyakan berbahasa Indonesia dan tergolong sastra Indonesia. Kalau baca terjemahan pun kebanyakan bukan dari karya sastra Arab.

Manfaat terbesar yang sangat aku rasakan dari kegemaran membaca karya sastra adalah aku bisa belajar banyak point of view alias sudut pandang. POV dari orang yang sering disakiti bagaimana, ya, rasanya? Kalau orang yang sering diabaikan bagaimana perasaannya? dan masih banyak lagi.

Ini sangat berguna untuk mengasah empati dan kemampuanku dalam menangkap kejadian serupa di kehidupan nyata. Apa yang harus aku lakukan jika menghadapi situasi yang sama? Nah, banyak membaca karya sastra yang membantuku untuk menjawab pertanyaan tersebut.

2. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi

kuliah jurusan sastra
Bacain puisi Nizar Qabbani dong, Bang!

Tak bisa dipungkiri isi dari karya sastra adalah dialog. Selain dialog antar tokoh di dalamnya, karya sastra sesungguhnya merupakan bentuk dialog pengarang dan pembacanya. Bagaimana caranya mengkomunikasikan kisah ini ke pembaca? Bagaimana pembaca bisa tertawa saat pengarang menginginkan mereka untuk tertawa? Itu dari segi pengarang.

Dari sisiku sebagai pembaca, membaca karya sastra melatihku untuk bisa berkomunikasi dengan baik di dunia nyata, baik itu berbentuk tulisan maupun lisan. Aku memperhatikan bagaimana pengarang merangkaikan kata-katanya. Aku mengamati pengarang dalam menampilkan dialog antar tokoh. Aku menganalisis bagaimana pengarang mengkomunikasikan idenya. Pokoknya, aktivitas membaca karya sastra sangat membantuku dalam meningkatkan kecakapan berbahasa dan berkomunikasi.

3.    Suka Mikir Kalau Ditanya “Lulusan Sastra Kerjanya Apa?”

Nggak sedikit orang yang mempertanyakan itu padaku. Lulusan sastra kerjanya apa? Kalau merujuk pada kegiatan berbahasa, maka list profesinya nggak jauh-jauh dari menjadi penerjemah, penulis, guru bahasa, wartawan, hingga kerja di kementerian luar negeri.

Meskipun sudah menjawab dengan jawaban di atas, biasanya akan ada pertanyaan susulan berupa kok bisa kerja jadi wartawan dan kementerian? Kalau jadi guru, kenapa nggak masuk ke pendidikan saja? Nah, ini nih yang bikin mikir. Well, jurusan sastra itu abstrak.

4.    Tambah Rajin Baca

Gils, ini nih yang paling favorit! Masuk jurusan sastra bikin aku tambah suka baca. Rasanya ribuan buku yang ada di iPusnas ingin kubaca semua. Ratusan buku yang sudah kupinjam di Gramedia Digital ingin segera kulahap.

Karya sastra masing-masing negara memiliki ciri khasnya tersendiri. Belum lagi setiap bahasa jumlah karya sastranya mencapai ribuan++++, bahkan jutaan. Alangkah indahnya jika bisa menguasa semuanya. Sampai mati pun aku tidak akan bisa menyelesaikan seluruhnya. Betapa buku yang ingin kubaca tidak ada habis-habisnya. Jangan tanya lagi, ya, kenapa aku suka baca. Karena aku malas menjelaskannya dengan kata-kata. Itu saja.

5.    Mengembangkan Kemampuan Analisis yang Tajam

Daripada menyuruh anak jurusan sastra, terutama aku, buat bikin puisi atau cerpen, lebih baik suruh saja kami buat analisis novel, cerpen, puisi, atau drama, kecuali kalau mahasiswa yang bersangkutan memang suka nulis karya sastra.

Kenyataannya, selama kuliah nggak ada matkul buat berlatih nulis kreatif. Paling sering kami disuruh buat bikin makalah tentang analisis karya sastra. Cocoknya pakai pendekatan apa? Isunya tentang apa? Teori apa yang cocok digunakan? Begitulah kira-kira.

Dengan tugas seperti itu kemampuan menganalisis sesuatu, bisa diterapkan pada selain karya sastra, semakin terasah dan terlatih. Percayalah, mahasiswa yang bisa sampai di tingkat tersebut akan menjadi orang yang sangat peka, kritis, dan punya empati tinggi. Saat berguna buat survive di kehidupan yang penuh huru-hara ini, kan?

Kelima hal di atas hanya sedikit manfaat yang aku rasakan. Masih banyak kok manfaat yang lainnya. Aku hanya nggak ingin tulisan ini menjadi begitu panjang. Sekian!
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url